Aqidah Akhlak

Pengertian dan Sumber Aqidah Islam

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab kamus (salah satunya Lisânul ‘Arab dan al-Mu’jamul wasîth), secara bahasa ‘aqidah memiliki arti: ikatan (ar-rabth), pengesahan (al-ibrâm), penguatan (al-ihkâm), menjadi kokoh (at-tawatstsuq), pengikatan dengan kuat (as-syaddu biquwwah), komitmen (at-tamâsuk), pengokohan (al-murâshah), penetapan (al-itsbâtu, al-jazmu) dan yakin (al-yaqîn).
Maka dikatakan ‘aqidah, berarti ketetapan hati yang sudah pasti, di mana tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan, baik benar atau pun salah. (Abdullah bin Abdil Hamid al-Atsari dalam al-wajîz, 1422: 33-34)
Apabila dikaitkan dengan istilah ‘Aqidah Islam, berarti keimanan yang pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban mengesakanNya dan taat kepadaNya, meyakini malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhir, taqdir dan seluruh perkara ghaib yang ditetapkan adanya serta seluruh berita yang pasti (qath’iy) baik secara ilmu dan amal. (Nâshir bin Abdil Karim al-Aql dalam Mujmal Ushûl Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah fil ‘Aqîdah, 1412:5)
Rincian dari definisi istilah ini merupakan cerminan rukun iman yang enam, di mana para ulama meyebutnya dengan pokok keimanan yang enam (Ushul imân as-sittah), pokok agama (ushuluddîn), pokok keyakinan (ushûlul I’tiqâd) atau asas keyakinan Islam (asâsul ‘aqidah al-islâmiyyah). Akidah adalah tauqifiyah. Artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Alquran dan sunah. Sebab tidak seorang pun yg lebih mengetahui tentang Allah tentang apa-apa yang wajib bagi-Nya dan apa yang harus disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Dan tidak seorang pun sesudah Allah yang mengetahui tentang Allah selain Rasulullah saw. Oleh karena itu manhaj salafus saleh dan para pengikutnya dalam mengambil akidah terbatas pada Alquran dan sunah.
Maka segala apa yang ditunjukkan oleh Alquran dan sunah tentang hak Allah mereka mengimaninya meyakininya dan mengamalkannya. Dan apa yang tidak ditunjukkan oleh Alquran dan sunah mereka menolak dan menafikannya dari Allah. Karena itu tidak ada pertentangan di antara mereka.
Bahkan akidah mereka adalah satu dan jamaah mereka juga satu. Karena Allah sudah menjamin orang yg berpegang teguh dengan Alquran dan sunah rasul-Nya dengan kesatuan kata kebenaran akidah dan kesatuan manhaj. Allah SWT berfirman Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali.
Maka jika datang kepadamu petunuk daripada-Ku lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. {Thaha 123}.
Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah. Sebab Rasulullah saw. telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat yaitu ketika memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yg kesemuanya di neraka kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu beliau menjawab Mereka adalah orang yg berada di atas ajaran yg sama dgn ajaranku pada hari ini dan para sahabatku.
Kebenaran sabda Rasulullah SAW. tersebut telah terbukti ketika sebagian manusia membangun akidahnya di atas landasan selain kitab dan sunah yaitu di atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi. Maka terjadilah penyimpangan dan perpecahan dalam akidah yg megnakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.
Sumber Kitab Tauhid 1 terbitan Yayasan Al-Sofwa terjemahan dari At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal al-‘Aliy Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan
·        Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang  menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.
·        Aqidah Islamiyyah:
Maknanya adalah keimanan yang pasti teguh dengan Rububiyyah Allah Ta'ala, Uluhiyyah-Nya, para Rasul-Nya, hari Kiamat, takdir baik maupun buruk, semua yang terdapat dalam masalah yang ghaib, pokok-pokok agama dan apa yang sudah disepakati oleh Salafush Shalih dengan ketundukkan yang bulat kepada Allah Ta'ala baik dalam perintah-Nya, hukum-Nya maupun ketaatan kepada-Nya serta meneladani Rasulullah SAW.
Jika di sebutkan secara mutlak, maka yang dimaksud adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, karena itulah pemahaman Islam yang telah diridhai oleh Allah sebagai agama bagi hamba-Nya. Aqidah Islamiyyh adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi sahabat, Tabi'in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik.
·        Nama lain Aqidah Islamiyyah:
Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, sinonimnya aqidah Islamiyyah mempunyai nama lain, di antaranya, at-Tauhid, as-Sunnah, Ushuluddiin, al-Fiqbul Akbar, Asy-Syari'iah dan al-Iman.

Nama-nama itulah yang terkenal menurut Ahli Sunnah dalam ilmu ‘aqidah.
Sumber: Diadaptasi dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis Shaalih (Ahlis Sunnah wal Jama'ah), atau Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal Jama'ah), terj. Farid bin Muhammad Bathathy(Pustaka Imam Syafi'i, cet.I), hlm. 33-35.   

Karakteristik Aqidah Islam
Merupakan sesuatu yang telah disepakati di kalangan ahli ilmu bahwasanya al-Qur’an dan sunnah shahihah sebagai pijakan atau petunjuk dasar (mashdarul hudâ) dalam memahami inti ajaran Islam, baik yang berkaitan dengan keyakinan (‘aqîdah), amalan pengabdian (‘ibâdah) dan kehidupan keseharian kaum muslimin (mu’âmalah). 
Kemudian, mayoritas ulama menambahkan dengan ijma’ (sebagaimana dijelaskan Ibnu Taimiyyah dalam al-Fatâwa) yang mengatakan: “sesungguhnya pijakan dasar dalam berIslamnya seseorang itu (mashdarut talaqqi) adalah merujuk kepada al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’. Al-Qur’an merupakan asas keyakinan, di mana suatu ayat memerlukan  penafsiran ayat al-Qur’an yang lain, kalau tidak ada dalam ayat maka ditafsirkan dengan sunnah, kalau tidak ada dalam sunnah maka merujuk kepada perkataan shahabat, kalau tidak ada pada shahabat maka merujuk kepada perkataan yang telah disepakati para tabi’in,” (Ibrahim Abdullah bin Saif al-Mazru’i dalam Durûs fil ‘Aqîdah wal manhaj, 2005:11). Dalam kitab Mashâdirul Istidlâl ‘Ala Masâ’ilil I’tiqâd, Utsman ali Hassan (Riyadh:1413 H.) menyebutkan pijakan dalil dalam masalah aqidah adalah: pertama, al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’. Kedua, akal yang sehat dan fithrah yang selamat (artinya: sesuai dengan fithrah) (Ali Hassan, 1413:7).
Dengan demikian, ‘aqidah Islam bersifat tauqifi, yaitu telah dijelaskan secara tetap dan pasti. Artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itu, sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada dalam al-Qur’an dan as-sunnah. Sebab tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang wajib bagiNya dan apa yang harus disucikan dariNya melainkan Allah sendiri. Dan tidak ada yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah saw. Oleh karena itu, generasi terdahulu ummat dan pengikutnya dalam mengambil aqidah terbatas pada al-Qur’an dan as-sunnah. Segala yang ditunjukkan al-Qur`an dan as-Sunnah tentang hak Allah, mereka mengimaninya, meyakininya dan mengamalkannya. Sedangkan apa yang tidak ditunjukkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah mereka menolak dan menafikannya. Karena itu pula, di kalangan mereka (salâfus shâlih) tidak ada pertentangan dalam I’tiqad. (lihat Shalih Fauzan, ‘Aqidatut Tauhid, tp. Tahun: 8).
Ibnu Taimiyyah berkomentar: “I’tiqad Imam Syafi’i dan generasi lainnya semisal Imam Malik Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Ibnu al-Mubarak, Imam Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahawiyah, tidak terjadi pertentangan dalam ushuluddin di kalangan mereka”. Demikian pula dengan al-Ashfahani yang mengatakan: “sekiranya kitab-kitab para ulama dikumpulkan (baik yang dulu dan sekarang) dengan perbedaan negeri dan zaman, maka akan ditemukan dalam penjelasan I’tiqad itu adalah sama tidak berbeda-beda dan berpecah-pecah” (lihat al-Mazrû’i, 2005: 11, lihat pula I’tiqâdul Aimmah al-arba’ah oleh Muhammad bin Abdurrahman al-Khumais:1992).
Adapun karakteristik aqidah Islam, Ibrahim Abdullah bin Saif al-Mazrû’i menukil pandangan-pandangan para ulama dalam Durûs fil ‘aqîdah wal manhaj dengan menyimpulkan sebagai berikut:
1.     ‘Aqidah Islam senantiasa selamat rujukannya (salâmatul mashdar), yaitu berpegang kepada kitabullah dan Sunnah serta ijma’  salaful Ummah.
2.     Menyerahkan sepenuhnya kepada Allah dan rasulNya (terutama dalam masalah ghaib)
3.     Senantiasa menyambung periwayatan sanadnya kepada Rasulullah, para shahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik.
4.     Adanya kejelasan dan terhindar dari kontradiksi persepsi dan interpretasi (tanâqudh, ta’ârudh) yang diakibatkan dari pemahaman penafsiran akal (seperti halnya pemahaman kaum falsafah)
5.     Aqidah Islam senantiasa selamat dari kegoncangan dan pengikutnya tidak terkontaminasi (talabbus) yang menyebabkan terjerumus ke dalam bid’ah dan cacat lainnya.
6.     Selalu berpegang kepada konsep al-jama’ah (yaitu mengikuti rasulullah dan jejak langkah para shahabatnya) serta berkumpul di atas landasan mereka.
7.     Senantiasa teguh dan kokoh dalam beraqidah (tsabât), karena hal ini merupakan sumber kemenangan dan kejayaan.
Tauhid Dalam Islam
Tauhid (Arab :توحيد), adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah.
Tauhid menurut (salafi) dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.
Kedudukan tauhid dalam Islam. Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Dalil Al-Qur'an tentang keutamaan & keagungan tauhid
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An Nahl: 36)
"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan" (QS At Taubah: 31)
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS Az Zumar: 2-3)

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS Al Bayinah: 5)
Perkataan ulama tentang tauhid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya" (Majmu' Fatawa 15/25)
Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.
Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid'ah dan khurafat. (Al Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayaan, hal 4)

Pembagian tauhid
·        Rububiyah
Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 62 :"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu". Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).

·        Uluhiyah/Ibadah
Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana" (Al Imran: 18). Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.
·        Asma wa Sifat
Beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan keagunganNya. Umat Islam mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah.

Tidak ada tauhid mulkiyah
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata.

Perbuatan Dosa Besar Yang Merusak Aqidah
Yang merusak keimanan secara total itu biasanya disebut pembatal-pembatal keimanan atau pembatal keislaman. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menyimpang dari aqidah yang benar, di antaranya menurut Shalih bin Fauzan dalam Aqidatut Tauhid (Riyadh, tp. tahun: 11-13) sebagai berikut:
1.   Faktor kebodohan (al-jahlu) yang disebabkan karena seseorang tidak mau atau kurang perhatian terhadap aqidah yang benar itu.
2. Faktor fanatik (at-ta’ashshub) terhadap ajaran nenek moyang yang telah mendarah daging (sebagaimana digambarkan Q.S. al-Baqarah/2: 170)
3.  Faktor ikut-ikutan (taqlid a’mâ) kepada pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui dalilnya
4.     Faktor berlebih-lebihan (al-ghuluw) dalam mencintai para wali dan orang yang dianggap shaleh (seperti halnya berlebih-lebihannya kaum jahiliyah kepada wadd, suwa’, yaguts, yauq dan nasr)
5.  Faktor kelalaian (al-Ghaflah) terhadap renungan ayat-ayat Allah baik yang tertuang dalam kitabNya (ayat-ayat Qur’aniyyah) atau ayat-ayat Allah yang terhampar di jagad rayaNya (ayat-ayat kauniyyah) sehingga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan sampai mengira bahwa semua itu hasil kreasi manusia semata.
6.     Faktor kelengahan dari petunjuk yang lurus (khâliyan minat taujih as-sâlim), di mana rumah-rumah kaum muslimin kosong dari petunjuk aqidah yang benar (salah satunya rumah kaum muslimin lebih banyak diisi dengan tayangan hiburan semata dari pada petunjuk penanaman aqidah).
7.     Faktor keengganan media pendidikan dan media informasi dalam melaksanakan tugasnya (yaitu dalam turut serta meluruskan aqidah ummat).
8.     Syirik (menyekutukan Allah).
9.     Murtad (keluar) dari Islam.
10.                        Tidak mengkafirkan orang yang jelas-jelas kafir. Baik itu Yahudi, Nasrani (Kristen/Katolik), Majusi, Musyrik, Atheis, atau lainnya dari jenis bentuk kekufuran.
11.                        Orang yang meyakini bahwa petunjuk selain Nabi lebih sempurna daripada petunjuk beliau. Atau, meyakini bahwa hukum selain hukumnya lebih baik.
12.                        Orang yang membenci apa yang dibawa oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam.
13.                        Orang yang memperolok-olok Allah atau Rasul-Nya, Al-Qur`an, agama Islam, malaikat, dan para ulama yakni ilmu (Islam) yang dihasung ulama tersebut.
14.                        sirik.
15.                        Membantu orang-orang kafir memerangi kaum muslimin.
16.                        Orang yang meyakini bahwa ada manusia yang boleh keluar dari syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
17.                        Berpaling dari agama Allah Ta’ala. (ini secara ringkas dari “Al-Qaulul Mufid fi Adillati At-Tauhid,” Syaikh Al-Washabi dari Yaman).


Adapun solusinya, masih menurut Shalih bin Fauzan adalah:
1.     Kembali kepada kitabullah dan sunnah rasulullah saw. dalam mengambil sandaran aqidah shahihah seperti halnya generasi pendahulu yang shalih mengambil dari keduanya.
2.     Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah di berbagai jenjang pendidikan dengan pelajaran yang cukup dan evaluasi yang ketat (mulai tingkat kanak-kanak hingga perguruan tinggi).
3.     Menjadikan kitab-kitab rujukan terpilih dan bersih dalam materi pelajaran aqidah dan menjauhi rujukan-rujukan yang membahayakan.
4.     Menyebarkan para penyeru dakwah yang mampu meluruskan aqidah yang bathil, menjawab dan menolak seluruh aqidah yang bathil itu dan mengembalikannya kepada aqidah yang lurus.


Kesimpulan
Aqidah, berarti ketetapan hati yang sudah pasti, di mana tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan, baik benar atau pun salah. (Abdullah bin Abdil Hamid al-Atsari dalam al-wajîz, 1422: 33-34)
o   Karakteristik Aqidah Islam
Merupakan sesuatu yang telah disepakati di kalangan ahli ilmu bahwasanya al-Qur’an dan sunnah shahihah sebagai pijakan atau petunjuk dasar (mashdarul hudâ) dalam memahami inti ajaran Islam, baik yang berkaitan dengan keyakinan (‘aqîdah), amalan pengabdian (‘ibâdah) dan kehidupan keseharian kaum muslimin (mu’âmalah). 
o   Tauhid (Arab :توحيد), adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah.
Tauhid menurut (salafi) dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.
o   Kedudukan tauhid dalam Islam
Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
o   Perbuatan Dosa Besar Yang Merusak Aqidah
Yang merusak keimanan secara total itu biasanya disebut pembatal-pembatal keimanan atau pembatal keislaman. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menyimpang dari aqidah yang benar


Daftar Pustaka








0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

About Me

Foto Saya
nianuraini@blogspot.com
Lihat profil lengkapku

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Followers


Recent Comments