Pengertian dan Sumber Aqidah Islam
Sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab kamus (salah satunya Lisânul ‘Arab dan al-Mu’jamul
wasîth), secara bahasa ‘aqidah memiliki arti: ikatan (ar-rabth),
pengesahan (al-ibrâm), penguatan (al-ihkâm), menjadi kokoh (at-tawatstsuq),
pengikatan dengan kuat (as-syaddu biquwwah), komitmen (at-tamâsuk),
pengokohan (al-murâshah), penetapan (al-itsbâtu, al-jazmu) dan
yakin (al-yaqîn).
Maka dikatakan ‘aqidah, berarti ketetapan hati yang sudah pasti,
di mana tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan, baik benar atau
pun salah. (Abdullah bin Abdil Hamid al-Atsari dalam al-wajîz, 1422: 33-34)
Apabila dikaitkan dengan istilah ‘Aqidah Islam, berarti keimanan
yang pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban mengesakanNya dan
taat kepadaNya, meyakini malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya,
hari akhir, taqdir dan seluruh perkara ghaib yang ditetapkan adanya serta
seluruh berita yang pasti (qath’iy) baik secara ilmu dan amal. (Nâshir
bin Abdil Karim al-Aql dalam Mujmal
Ushûl Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah fil ‘Aqîdah, 1412:5)
Rincian dari definisi istilah ini merupakan cerminan rukun iman
yang enam, di mana para ulama meyebutnya dengan pokok keimanan yang enam (Ushul
imân as-sittah), pokok agama (ushuluddîn), pokok keyakinan (ushûlul
I’tiqâd) atau asas keyakinan Islam (asâsul ‘aqidah al-islâmiyyah). Akidah adalah tauqifiyah. Artinya
tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i tidak ada medan ijtihad dan
berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa
yang ada di dalam Alquran dan sunah. Sebab tidak seorang pun yg lebih
mengetahui tentang Allah tentang apa-apa yang wajib bagi-Nya dan apa yang harus
disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Dan tidak seorang pun sesudah Allah
yang mengetahui tentang Allah selain Rasulullah saw. Oleh karena itu manhaj
salafus saleh dan para pengikutnya dalam mengambil akidah terbatas pada Alquran
dan sunah.
Maka segala apa yang ditunjukkan oleh Alquran dan sunah tentang
hak Allah mereka mengimaninya meyakininya dan mengamalkannya. Dan apa yang
tidak ditunjukkan oleh Alquran dan sunah mereka menolak dan menafikannya dari
Allah. Karena itu tidak ada pertentangan di antara mereka.
Bahkan akidah mereka adalah satu dan jamaah mereka juga satu.
Karena Allah sudah menjamin orang yg berpegang teguh dengan Alquran dan sunah
rasul-Nya dengan kesatuan kata kebenaran akidah dan kesatuan manhaj. Allah SWT
berfirman Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali.
Maka jika datang kepadamu petunuk daripada-Ku lalu barang siapa
yang mengikut petunjuk-Ku ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. {Thaha
123}.
Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah. Sebab Rasulullah saw. telah bersaksi
bahwa merekalah yang selamat yaitu ketika memberitahukan bahwa umat ini akan
terpecah menjadi 73 golongan yg kesemuanya di neraka kecuali satu golongan.
Ketika ditanya tentang yang satu itu beliau menjawab Mereka adalah orang yg
berada di atas ajaran yg sama dgn ajaranku pada hari ini dan para sahabatku.
Kebenaran sabda Rasulullah SAW. tersebut telah terbukti ketika
sebagian manusia membangun akidahnya di atas landasan selain kitab dan sunah
yaitu di atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari
filsafat Yunani dan Romawi. Maka terjadilah penyimpangan dan perpecahan dalam
akidah yg megnakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.
Sumber Kitab Tauhid 1 terbitan Yayasan Al-Sofwa terjemahan dari
At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal al-‘Aliy Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah
al-Fauzan
·
Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu perkara yang
wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga
menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh
keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan
yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang
menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya yang tidak menerima keraguan
atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang
kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat
hatinya diatas hal tersebut.
·
Aqidah Islamiyyah:
Maknanya adalah
keimanan yang pasti teguh dengan Rububiyyah Allah Ta'ala, Uluhiyyah-Nya, para
Rasul-Nya, hari Kiamat, takdir baik maupun buruk, semua yang terdapat dalam
masalah yang ghaib, pokok-pokok agama dan apa yang sudah disepakati oleh
Salafush Shalih dengan ketundukkan yang bulat kepada Allah Ta'ala baik dalam
perintah-Nya, hukum-Nya maupun ketaatan kepada-Nya serta meneladani Rasulullah SAW.
Jika di sebutkan
secara mutlak, maka yang dimaksud adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah,
karena itulah pemahaman Islam yang telah diridhai oleh Allah sebagai agama bagi
hamba-Nya. Aqidah Islamiyyh adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan
yaitu generasi sahabat, Tabi'in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik.
·
Nama lain Aqidah Islamiyyah:
Menurut Ahlus Sunnah
wal Jama'ah, sinonimnya aqidah Islamiyyah mempunyai nama lain, di antaranya,
at-Tauhid, as-Sunnah, Ushuluddiin, al-Fiqbul Akbar, Asy-Syari'iah dan al-Iman.
Nama-nama itulah yang terkenal menurut Ahli Sunnah dalam ilmu
‘aqidah.
Sumber: Diadaptasi dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis
Shaalih (Ahlis Sunnah wal Jama'ah), atau Intisari
Aqidah Ahlus Sunah wal Jama'ah), terj. Farid bin Muhammad Bathathy(Pustaka
Imam Syafi'i, cet.I), hlm. 33-35.
Karakteristik Aqidah Islam
Merupakan sesuatu yang telah disepakati di kalangan ahli ilmu
bahwasanya al-Qur’an dan sunnah shahihah sebagai pijakan atau petunjuk dasar (mashdarul
hudâ) dalam memahami inti ajaran Islam, baik yang berkaitan dengan
keyakinan (‘aqîdah), amalan pengabdian (‘ibâdah) dan kehidupan
keseharian kaum muslimin (mu’âmalah).
Kemudian, mayoritas ulama menambahkan dengan ijma’ (sebagaimana dijelaskan Ibnu Taimiyyah
dalam al-Fatâwa) yang
mengatakan: “sesungguhnya
pijakan dasar dalam berIslamnya seseorang itu (mashdarut talaqqi) adalah
merujuk kepada al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’. Al-Qur’an merupakan asas keyakinan,
di mana suatu ayat memerlukan penafsiran ayat al-Qur’an yang lain, kalau
tidak ada dalam ayat maka ditafsirkan dengan sunnah, kalau tidak ada dalam
sunnah maka merujuk kepada perkataan shahabat, kalau tidak ada pada shahabat
maka merujuk kepada perkataan yang telah disepakati para tabi’in,” (Ibrahim Abdullah bin Saif
al-Mazru’i dalam Durûs fil
‘Aqîdah wal manhaj, 2005:11).
Dalam kitab Mashâdirul
Istidlâl ‘Ala Masâ’ilil I’tiqâd, Utsman ali Hassan (Riyadh:1413 H.)
menyebutkan pijakan dalil dalam masalah aqidah adalah: pertama, al-Qur’an, Sunnah dan
Ijma’. Kedua, akal yang
sehat dan fithrah yang selamat (artinya: sesuai dengan fithrah) (Ali Hassan,
1413:7).
Dengan demikian, ‘aqidah Islam bersifat tauqifi, yaitu telah dijelaskan
secara tetap dan pasti. Artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil
syar’i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itu,
sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada dalam al-Qur’an dan as-sunnah.
Sebab tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa
yang wajib bagiNya dan apa yang harus disucikan dariNya melainkan Allah
sendiri. Dan tidak ada yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah
saw. Oleh karena itu, generasi terdahulu ummat dan pengikutnya dalam mengambil
aqidah terbatas pada al-Qur’an dan as-sunnah. Segala yang ditunjukkan al-Qur`an
dan as-Sunnah tentang hak Allah, mereka mengimaninya, meyakininya dan
mengamalkannya. Sedangkan apa yang tidak ditunjukkan oleh al-Qur’an dan
as-Sunnah mereka menolak dan menafikannya. Karena itu pula, di kalangan mereka
(salâfus shâlih) tidak ada pertentangan dalam I’tiqad. (lihat Shalih
Fauzan, ‘Aqidatut Tauhid,
tp. Tahun: 8).
Ibnu Taimiyyah berkomentar: “I’tiqad Imam Syafi’i dan generasi
lainnya semisal Imam Malik Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Ibnu al-Mubarak, Imam Ahmad
bin Hanbal dan Ishaq bin Rahawiyah, tidak terjadi pertentangan dalam ushuluddin
di kalangan mereka”. Demikian pula dengan al-Ashfahani yang mengatakan:
“sekiranya kitab-kitab para ulama dikumpulkan (baik yang dulu dan sekarang)
dengan perbedaan negeri dan zaman, maka akan ditemukan dalam penjelasan I’tiqad
itu adalah sama tidak berbeda-beda dan berpecah-pecah” (lihat al-Mazrû’i, 2005: 11, lihat
pula I’tiqâdul Aimmah
al-arba’ah oleh Muhammad bin
Abdurrahman al-Khumais:1992).
Adapun karakteristik aqidah Islam, Ibrahim Abdullah bin Saif
al-Mazrû’i menukil pandangan-pandangan para ulama dalam Durûs fil ‘aqîdah wal manhaj dengan menyimpulkan sebagai berikut:
1.
‘Aqidah Islam senantiasa selamat rujukannya (salâmatul
mashdar), yaitu berpegang kepada kitabullah dan Sunnah serta ijma’
salaful Ummah.
2.
Menyerahkan sepenuhnya kepada Allah dan rasulNya
(terutama dalam masalah ghaib)
3.
Senantiasa menyambung periwayatan sanadnya kepada
Rasulullah, para shahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik.
4.
Adanya kejelasan dan terhindar dari kontradiksi
persepsi dan interpretasi (tanâqudh, ta’ârudh) yang diakibatkan dari
pemahaman penafsiran akal (seperti halnya pemahaman kaum falsafah)
5.
Aqidah Islam senantiasa selamat dari kegoncangan dan
pengikutnya tidak terkontaminasi (talabbus) yang menyebabkan terjerumus
ke dalam bid’ah dan cacat lainnya.
6.
Selalu berpegang kepada konsep al-jama’ah (yaitu
mengikuti rasulullah dan jejak langkah para shahabatnya) serta berkumpul di
atas landasan mereka.
7.
Senantiasa teguh dan kokoh dalam beraqidah (tsabât),
karena hal ini merupakan sumber kemenangan dan kejayaan.
Tauhid Dalam Islam
Tauhid (Arab :توحيد), adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan
keesaan Allah.
Tauhid menurut
(salafi) dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa
Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari
kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.
Kedudukan tauhid dalam Islam. Seorang
muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat
Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat
diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Dalil Al-Qur'an tentang keutamaan & keagungan tauhid
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An Nahl: 36)
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An Nahl: 36)
"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa;
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa
yang mereka persekutukan" (QS At Taubah: 31)
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS
Az Zumar: 2-3)
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS Al Bayinah: 5)
Perkataan ulama tentang tauhid Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Orang yang mau mentadabburi
keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah
bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat kepada
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka
bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya
adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berdakwah
(mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi
hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam
dirinya maupun di luar dirinya" (Majmu' Fatawa 15/25)
Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang
terpuji ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya)
untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan
membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai
cara yang diharapkan membuahkan hasil.
Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar,
syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai
kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil
maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid'ah dan khurafat. (Al Istighatsah,
karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid
tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayaan, hal 4)
Pembagian tauhid
·
Rububiyah
Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 62 :"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu". Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).
Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 62 :"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu". Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).
·
Uluhiyah/Ibadah
Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana" (Al Imran: 18). Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.
Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana" (Al Imran: 18). Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.
·
Asma wa Sifat
Beriman bahwa Allah
memiliki nama dan sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan keagunganNya.
Umat Islam mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah.
Tidak ada tauhid mulkiyah
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak
ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah
istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan
Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid
Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum
Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena
hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah
melainkan hanya kepada Allah semata.
Perbuatan Dosa Besar Yang Merusak Aqidah
Yang merusak keimanan secara total itu biasanya disebut
pembatal-pembatal keimanan atau pembatal keislaman. Banyak faktor yang
menyebabkan seseorang menyimpang dari aqidah yang benar, di antaranya menurut
Shalih bin Fauzan dalam Aqidatut
Tauhid (Riyadh, tp. tahun:
11-13) sebagai berikut:
1. Faktor kebodohan (al-jahlu) yang disebabkan
karena seseorang tidak mau atau kurang perhatian terhadap aqidah yang benar itu.
2. Faktor fanatik (at-ta’ashshub) terhadap ajaran
nenek moyang yang telah mendarah daging (sebagaimana digambarkan Q.S.
al-Baqarah/2: 170)
3. Faktor ikut-ikutan (taqlid a’mâ) kepada
pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui dalilnya
4.
Faktor berlebih-lebihan (al-ghuluw) dalam
mencintai para wali dan orang yang dianggap shaleh (seperti halnya
berlebih-lebihannya kaum jahiliyah kepada wadd,
suwa’, yaguts, yauq dan nasr)
5. Faktor kelalaian (al-Ghaflah) terhadap renungan
ayat-ayat Allah baik yang tertuang dalam kitabNya (ayat-ayat Qur’aniyyah) atau ayat-ayat
Allah yang terhampar di jagad rayaNya (ayat-ayat kauniyyah) sehingga terbuai
dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan sampai mengira bahwa semua itu
hasil kreasi manusia semata.
6.
Faktor kelengahan dari petunjuk yang lurus (khâliyan
minat taujih as-sâlim), di mana rumah-rumah kaum muslimin kosong dari
petunjuk aqidah yang benar (salah satunya rumah kaum muslimin lebih banyak
diisi dengan tayangan hiburan semata dari pada petunjuk penanaman aqidah).
7.
Faktor keengganan media pendidikan dan media informasi
dalam melaksanakan tugasnya (yaitu dalam turut serta meluruskan aqidah ummat).
8.
Syirik (menyekutukan Allah).
9.
Murtad (keluar) dari Islam.
10.
Tidak mengkafirkan orang yang jelas-jelas kafir. Baik
itu Yahudi, Nasrani (Kristen/Katolik), Majusi, Musyrik, Atheis, atau lainnya
dari jenis bentuk kekufuran.
11.
Orang yang meyakini bahwa petunjuk selain Nabi lebih
sempurna daripada petunjuk beliau. Atau, meyakini bahwa hukum selain hukumnya
lebih baik.
12.
Orang yang membenci apa yang dibawa oleh Rasul
Shallallahu ‘alaihi wasallam.
13.
Orang yang memperolok-olok Allah atau Rasul-Nya,
Al-Qur`an, agama Islam, malaikat, dan para ulama yakni ilmu (Islam) yang
dihasung ulama tersebut.
14.
sirik.
15.
Membantu orang-orang kafir memerangi kaum muslimin.
16.
Orang yang meyakini bahwa ada manusia yang boleh
keluar dari syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
17.
Berpaling dari agama Allah Ta’ala. (ini secara ringkas
dari “Al-Qaulul Mufid fi Adillati At-Tauhid,” Syaikh Al-Washabi dari Yaman).
Adapun solusinya, masih menurut Shalih bin Fauzan adalah:
1.
Kembali kepada kitabullah dan sunnah rasulullah saw.
dalam mengambil sandaran aqidah shahihah seperti halnya generasi pendahulu yang
shalih mengambil dari keduanya.
2.
Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah di
berbagai jenjang pendidikan dengan pelajaran yang cukup dan evaluasi yang ketat
(mulai tingkat kanak-kanak hingga perguruan tinggi).
3.
Menjadikan kitab-kitab rujukan terpilih dan bersih
dalam materi pelajaran aqidah dan menjauhi rujukan-rujukan yang membahayakan.
4.
Menyebarkan para penyeru dakwah yang mampu meluruskan
aqidah yang bathil, menjawab dan menolak seluruh aqidah yang bathil itu dan
mengembalikannya kepada aqidah yang lurus.
Kesimpulan
Aqidah, berarti ketetapan hati yang sudah pasti, di mana tidak ada
keraguan pada orang yang mengambil keputusan, baik benar atau pun salah.
(Abdullah bin Abdil Hamid al-Atsari dalam al-wajîz,
1422: 33-34)
o
Karakteristik Aqidah Islam
Merupakan sesuatu yang
telah disepakati di kalangan ahli ilmu bahwasanya al-Qur’an dan sunnah shahihah
sebagai pijakan atau petunjuk dasar (mashdarul hudâ) dalam memahami inti
ajaran Islam, baik yang berkaitan dengan keyakinan (‘aqîdah), amalan
pengabdian (‘ibâdah) dan kehidupan keseharian kaum muslimin (mu’âmalah).
o
Tauhid (Arab :توحيد), adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah.
Tauhid menurut
(salafi) dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa
Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari
kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.
o
Kedudukan tauhid dalam Islam
Seorang muslim
meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam
yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya
amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
o
Perbuatan Dosa Besar Yang Merusak Aqidah
Yang merusak keimanan
secara total itu biasanya disebut pembatal-pembatal keimanan atau pembatal
keislaman. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menyimpang dari aqidah yang
benar
Daftar Pustaka
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.